Realisasi Pendidikan Karakter Dalam Membentuk Sikap Intelektual 

Oleh :  Hastuti

Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Samawa 

Pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan atau diterapkan oleh suatu guru ataupun orang tua suatu anak dalam meningkatkan kualitas anak, dari segi kognitip ataupun akademik. Pendidikan salah satu bagian terpenting dalam memajukan suatu negara, dengan diterapkannya nilai-nilai milenial serta disingkronkan dengan nilai-nilai Pancasila.

Pendidikan salah satu pilar yang ikut menopang berdirinya sebuah peradaban yang disebut dengan Bangsa. Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Bangsa yang memiliki karakter kuat dapat menjadi bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa lain di seluruh dunia. Menjadi sebuah bangsa yang berkarakter, sudah menjadi tujuan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Salah satu kontribusi pemerintah dalam membantu masyarakat meningkatkan sistem pendidikan adalah menciptakan guru penggerak serta membangun sistem pendidikan yang ideal dan berkualitas. Setelah terimplementasinya kontribusi tersebut, orang tua juga dapat ikut berpatisipasi dalam membantu sistem pendidikan yang ideal dan berkualitas, dengan cara memberikan atau menerapkan prilaku yang identik dengan etika dan moral..

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Bahkan sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan kini orde reformasi telah banyak langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam kerangka pendidikan karakter dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Dalam UU tentang pendidikan nasional yang pertama kali, ialah UU 1946 yang berlaku tahun. 1947 hingga UU diknas Nomor 20 tahun 2003 yang terakhir pendidikan karakter telah ada, namun belum menjadi fokus utama pendidikan. Pendidikan akhlak (karakter) masih digabung dalam mata pelajaran agama dan diserahkan sepenuhnya pada guru agama.

Karena pelaksanaan pendidikan karakter hanya diserahkan kepada guru agama saja. Maka wajar hingga saat ini pendidikan karakter belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini terbukti dari fenomena sosial yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter.

Menurut T. Ramli, pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak sehingga hal tersebut akan mampu membentuk pribadi peserta didik yang baik. Dari hal ini dapat dimaknai bahwasannya Pendidikan karakter ini sangat penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,sehingga anak yang telah tertanam nilai karakter mampu memberikan potensi untuk memajukan suatu negara.

Baca Juga:  Mengasah Potensi Diri Dengan Metode Coaching Dan Metode Lainnya 

Namun percuma juga jika kemajuan suatu negara dapat terealisasikan apabila faktor penyebab perubahan karakter yang mengacu kepada hal negatif masih bermunculan di tengah masyarakat,sehingga perlahan-lahan akan memunculkan prilaku yag tidak berkarakter.

Perilaku yang tidak berkarakter itu misalnya sering terjadinya tawuran antar pelajar, adanya pergaulan bebas, adanya kesenjangan sosial-ekonomi-politik di masyarakat, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, Kekerasan serta kerusuhan, korupsi yang mewabah pada semua sektor kehidupan masyarakat, tindakan anarkis, dan konflik sosial. Masyarakat Indonesia yang dahulu terbiasa santun dalam berprilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gontong-royong kini mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur.

Pendidikan karakter tidak hanya diterapkan di SD, SMP, dan SMA, tapi juga ditingkat Perguruan Tinggi. Oleh karena itu penerapkan pendidikan karakter di kalangan mahasiswa ini, guna untuk menghasilkan calon pemimpin bangsa yang tidak hanya mampu di bidang akademik, namun juga terpuji secara karakter.

Pemerintah juga dapat menerapkan pendekatan sistematik dan integrative dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legsilatif, media massa, dan dunia industri (Kemendiknas, 2010).

Adapun faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan karakter ini diantaranya dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya enam kondisi lingkungan, yaitu: hubungan antar pribadi yang menyenangkan, keadaan emosi, metode pengasuhan anak, peran dini yang diberikan kepada anak, struktur keluarga di masa kanak-kanak dan rangsangan  terhadap lingkungan sekitarnya. Enam faktor inilah yang menurut Megawangi (2004) yang menjadi titik pijak pembentukan karakter yang baik.

Pendidikan karakter yang dimaksudkan disini lebih berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai tertentu dalam diri peserta didik, seperti nilai-nilai yang berguna bagi pengembangan kemampuan kognitif ataupun akademik sebagai mahluk individual sekaligus sosial dalam lingkup pendidikan.

Adapun tujuan, fungsi serta peran pendidikan karakter bagi anak usia dini, muda dan dewasa, yakni mampu meningkatkan fundamental di dalam pengembangan personal dan sosial, untuk mempercepat laju pembangunan manusia yang harmonis sehingga dapat mengentaskan manusia dari kemiskinan, ketertinggalan, kebodohan, kekerasan, dan peperangan. Begitu juga dengan pendidikan karakter. Menurut Kemendiknas (2011,2). Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi;

1). Mengembangkan potensi pesertadidik agar menjadi manusia berhati   baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik.

2). Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila.

Baca Juga:  Etika Berpakaian di Era Modern 

3). Mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan karakter adalah mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, berperilaku baik, membangun perilaku bangsa yang multikultur serta meningkatkan potensi kemampuan menguasai ilmu pengetahuan  yang ideal serta berkualitas.

Sebagai penerus bangsa yang berkualitas,harus memliki pola pikir yang realistis terhadap hal-hal baru tanpa meninggalkan nilai luhur, agar apa yang menjadi cita-cita bangsa dapat dicapai dengan mudah dan langkah yang harus di terapkan dalam hal ini,diantaranya;

A. Melakukan olah pikir, meliputi kecerdasan, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berfikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks dan reflektif

B. Melakukan olah hati mputi sikap jujur,beriman dan bertakwa, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, danberjiwa patriotic

C. Melakukan olah keragaan ,meliputi sikap tangguh, bersih dan sehat,       disiplin, sportif, andal, berdayatahan bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetiyamantif, ceria dan gigih.

D. Melakukan olah rasa dan karsa,meliputi sikap peduli,ramah, santun, rapi, nyaman, saling menghargai, toleran, suka menolong, gotongroyong, nasionalis, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia

Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang diimplementasikan dari dalam diri seseorang dengan diberikan bimbingan yang opimal dan maksimal, akan mampu membantu merubah karakter suatu anak,dari yang tidak baik menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik, dan dari yang tidak bertanggung jawab menjadi bertanggung jawab.

Dalam hal ini juga,orang tua tidak akan lepas tanggung jawabnya sebagai faktor yang begitu signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,mulai dari sikap/prilaku, pola pikir serta potensi yang dimiliki oleh suatu anak.Peran orang tua dalam membantu meningkatkan pendidikan karakter anak adalah sering menerapkan prilaku yang berbaur dengan etika dan moral dalam lingkup keluarga, sehingga anak mudah terkoptasi dengan  prilaku etika dan moral. Dewasa ini sesuai dengan tujuan dari Pendidikan krakter itu sendiri. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *