LOMBOK BARAT – Salah seorang pengurus di Ponpes wilayah Sekotong Lombok Barat, dibekuk polisi, setelah dilaporkan menyetubuhi dan mencabuli empat orang santriwatinya. Terduga berinisial AM (50) ini ditangkap di Rembiga, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Kamis (6/6). Penangkapan ini dilakukan setelah dilakukan penyelidikan intensif.
Kapolres Lombok Barat, AKBP Bagus Nyoman Gede Junaedi, SH., S.IK., M.AP., menegaskan komitmennya dalam menangani kasus ini untuk memberikan keadilan bagi para korban. “Penangkapan AM adalah bukti keseriusan kami dalam menangani kasus ini,” ujar Kapolres Lombok Barat, Jumat (7/6).
Kapolres juga menjelaskan kasus ini terungkap setelah adanya informasi dugaan pelecehan seksual di Ponpes tersebut, Rabu (8 Mei 2024). Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat empat santriwati yang menjadi korban. Satu di antaranya diduga disetubuhi, sementara tiga lainnya dicabuli.
Menindaklanjuti laporan korban, pihaknya mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, dan melakukan visum terhadap para korban. Pencarian terhadap AM juga terus dilakukan yang saat kasus itu mencuat sempat menghilang.
Tersangka AM saat ini telah diamankan di Polres Lombok Barat untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Polisi masih terus melakukan pengembangan penyidikan untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain. “Kami mengimbau kepada para santriwati atau pihak keluarga yang merasa menjadi korban untuk segera melapor. Kami akan menjamin kerahasiaan dan keamanan para korban,” imbuhnya.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pihak berwenang. Kapolres Lombok Barat menegaskan komitmennya untuk memberantas segala bentuk tindak kejahatan, terutama yang melibatkan anak di bawah umur.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lombok Barat, IPTU Abisatya Darma Wiryatmaja, S.Tr.K., S.IK., menambahkan, bahwa AM dijerat Pasal 76D Jo Pasal 81 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) dan/atau Pasal 76E Jo Pasal 82 Ayat 1 dan Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya adalah paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun, ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana karena statusnya sebagai tenaga pendidik. (PS)