SUMBAWA – Setelah sempat tertunda, Pengadilan Negeri Sumbawa kembali berupaya melakukan pelaksanaan constatering terhadap obyek tanah di Kelurahan Pekat Kecamatan Sumbawa, tepat di samping eks Kantor Pengadilan Negeri Sumbawa, Rabu (15/2).
Constatering ini dilakukan untuk pencocokan objek eksekusi guna memastikan batas–batas dan luas tanah dan atau bangunan yang hendak dieksekusi apakah sudah sesuai dengan penetapan sita yang tertuang dalam amar putusan pengadilan.
Constatering dijadwalkan pukul 09.00 Wita. Namun pihak Panitera Pengadilan Negeri Sumbawa, Lukas Genakama SH bersama tim tiba pukul 10.00 Wita. Hadir juga pihak penggugat, Kapolsek Kota Sumbawa, Sekcam Sumbawa, Lurah Pekat, dan keluarga besar tergugat selaku ahli waris H. Mahmud.
Sebelum dilaksanakan Constatering, tergugat yang diwakili Drs. Dahlan HM didampingi Rasyid Arsalan SH dan Lukmanl Hakim SP., M.Si meminta Panitera menunjukkan dasar pelaksanaan constatering dan menunjukkan obyek (tanah) mana yang akan dicocokkan.
Ahli waris juga meminta Panitera membacakan batas-batas obyek yang akan dicocokkan sesuai amar putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1389/PDT/1998. Permintaan ini sempat ditolak Panitera, dengan alasan bahwa tidak ada dialog dan perdebatan lagi. Panitera mengaku hanya datang untuk pencocokan obyek.
Setelah didesak panitera pun membacakan Putusan MA. Dalam amar yang dibacakan oleh panitera itu, ternyata tidak ditegaskan batas-batas yang akan dicocokkan sesuai putusan MA tersebut. “Bagaimana pengadilan mau melakukan pencocokan objek eksekusi untuk memastikan batas–batas dan luas tanah dan atau bangunan yang hendak dieksekusi, sementara pengadilan tidak memiliki dokumen yang menyebutkan batas-batas dan luas tanah yang akan dicocokkan. Sebab dalam amar putusan tidak disebutkan luas dan batas tanah. Inikan sama dengan membawa ‘peta buta’. Kami tidak ingin pengadilan secara asal-asalan melakukan pencocokkan obyek, sementara mereka selaku penggugat tidak punya data yang jelas,” sesal Dahlan selaku Jubir tergugat.
Sampai saat ini, Dahlan mengaku mengantongi putusan Mahkamah Agung No. 2113K/Sip/1982 yang berkekuatan hukum tetap/inkrach dan putusan Pengadilan Negri No. 23/PTD.G/93/PN.SBB juga putusan Pengadilan Negeri No. 15/PDT.G/95/PN.SBB terhadap obyek yang sudah puluhan tahun mereka tempati. Dan sampai saat ini juga putusan yang mereka kantongi tidak pernah dianulir oleh lembaga hukum manapun. Jika pencocokan ini dilakukan dengan mengacu pada amar putusan MA No.1389/PDT/1998 poin kedua yang menyatakan “menurut hukum bahwa tanah sengketa milik Penggugat yang dibeli dari Lalu Hasan Mustami almarhum”, maka berarti merujuk pada luas tanah semula yang dibeli oleh Penggugat dari Lalu Hasan Mustami pada Tahun 1951 yaitu seluas 1,99 hektar. Padahal tanah itu telah dijual kepada masyarakat Kelurahan Pekat, yang di dalammya juga terdapat lahan dan bangunan eks Kantor Pengadilan Negeri Sumbawa Besar.
Yang dikhawatirkan tergugat, jika penggugat bersama panitera PN Sumbawa mencocokkan obyek yang memiliki putusan hukum tetap, sama halnya ingin merampas hak orang lain dengan menggunakan alat negara yang telah memiliki kekuatan hukum. “Ini bisa saja terjadi karena memang mereka (PN Sumbawa dan penggugat) selain tidak mempunyai data yang jelas dan detail juga sengaja membenturkan kami dengan aparat penegak hokum sehingga ingin melakukan pencocokan secara asal-asalan,” tegasnya.
Upaya eksekusi terhadap obyek ini sebenarnya sudah yang keenam kalinya setelah lima kali sebelumnya gagal dilaksanakan karena pihak penggugat tidak dapat menujukkan batas-batas dan tidak memiliki alas hak yang jelas.
Selain itu ahli waris H. Mahmud selaku tergugat menolak eksekusi karena mereka telah mengantongi hasil putusan Mahkamah Agung (MA) maupun putusan Pengadilan Negri serta Pengadilan Tinggi yang telah Inkrach. Dengan putusan tersebut menjadi dasar pihak ahli waris H. Mahmud melalui BPN menerbitkan sertifikat (SHM) No 304 Tahun 1985. Di lain pihak, H. Ahmad kembali melakukan gugatan di obyek yang sama, padahal secara hukum tidak dibenarkan.
“Kami jelas menolak secara tegas upaya constatering maupun eksekusi yang kembali dilakukan Pengadilan Negeri Sumbawa dengan alasannya, bahwa objek yang disengketakan dalam amar putusan itu tidak jelas/kabur. Selain itu kami juga memiliki dasar hokum yang kuat dan jelas yang telah diputuskan oleh lembaga peradilan baik itu pengadilan negri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung yang sudah inkrach,” ujar Dahlan.
“Kami juga meminta kepada pihak Pengadilan untuk bersikap adil terhadap semua putusan yang telah dikeluarkan, sesuai dengab asas Equlity Before The law (Semua orang sama di hadapan hukum). pungkasnya. (PS)